Minggu, 21 Oktober 2018

Typically Tekkim



*Disclaimer :tulisan  dibuat dengan tujuan untuk dimuat disalah satu media online, tapi gak jadi.
hehe
hehe

Yak mulaik.
*

Kalau naik transportasi online, baik motor maupun mobil, tidak afdhol rasanya kalau tidak ngobrol sama drivernya.
“Mbak kuliah di U****?”
“Iya, Pak.”
“Jurusan apa?”
“Teknik kimia Pak.”
“Wah pinter dong mbaknya. Nanti kalau sudah lulus kerjanya di apotek ya?” (Skenario 1)
“Nganu Pak…itu jurusan farmasi Pak. Beda….”
“Bisa bikin bom dong mbak?” (Skenario 2)
“Bisa pak. Tapi lagi mager.”
“Wah keren mbak. Saya waktu sekolah paling nggak paham sama pelajaran kimia. Nggak jelas.” (Skenario 3)
“Saya juga masih nggak paham sama kimia Pak. Apalagi memahami dia….”
Dan banyak pertanyaan lain seputar stereotip jurusan yang kalah pamor dari kedokteran umum ini.
Teknik kimia, belajar kimia mulu dong? Ntar gajinya gede dong? Pasti mau kerja di Pertamina. Iya kan? *ya siapa juga yang nggak mau huhu*

Teknik Kimia = Belajar Kimia
Oke, judul jurusannya emang teknik kimia, tapi kalau kuingat-ingat, pelajaran kimianya hanya sedikit dan hanya di semester-semester awal saja. Kimia analisis, kimia organik, kimia anorganik dan kimia fisika (inipun 70% nya fisika lho). Udah. Sisanya? Matematika dan fisika. Jadi kalau ada yang tanya, kamu  kan anak tekim,  berat molekul Strontium berapa ya? Kami mesti buka google dulu,soalnya nggak hafal tabel periodik unsur. Kalaupun informasi berat molekul suatu unsur diperlukaan di ujian, biasanya kami diperbolehkan bawa tabel periodik unsur sendiri atau sudah disediakan di lembar soalnya. Atau kalau nggak, setiap pulang pasti ditodong suruh ngerjain PR Kimia anak tetangga.
Terus bedanya sama kimia murni apa?
Kalau dari definisinya sih, ilmu kimia (chemistry) adalah ilmu yang menyelidiki sifat dan struktur zat, serta interaksi antara materi-materi penyusun zat. Sedangkan teknik kimia (chemical engineering) adalah ilmu yang mempelajari rekayasa untuk menghasilakn sesuatu (produk) yang bisa digunakan untuk keperluan manusia berlandaskan pengetahuan ilmu kimia (sumber : grid.id). Jadi intinya, teknik kimia akan mengembangkan ilmu kimia ke aplikasinya di industri, yang membawa manfaat ekonomi. Misalkan nih, suatu reaksi akan menghasilkan 70% A dan 30% B, dimana produk yang diinginkan adalah B. Seorang kimiawan akan mempelajari konsep reaksi, merekayasa reaksi agar terbentuk B yang lebih banyak, sampai ke tingkat molekular yang rumit, sementara insinyur kimia akan mencari cara untuk mengoptimalkan proses reaksi tersebut, mencari proses produksi B yang paling efisien (paling murah), menentukan dan menghitung unit-unit operasinya, bagaimana cara separasinya, pemanfaatan by productnya. Intinya insinyur kimia berorientasi duit, sih.
Biasanya sampai disini orang-orang manggut-manggut, dan mengalihkan pertanyaan. “Jadi kapan nikah?” *tampar nih tampar*
Eh, kamu tau dong berarti komposisi dari (…..) dan cara buatnya gimana?
Eh ermm, nggak juga sih. Biasanya kami hanya hafal komposisi dan proses produksi dari perancangan pabrik buat skripsi sendiri, ehe. Namun kalau secara umum ya kami tau karena beberapa produk sering dipake dosen sebagai ilustrasi. Misal benzena terbentuk dari reaksi antara toluen dan hidrogen atau vinil klorida terbentuk dari klorinasi etilen. Atau margarin dari minyak nabati, sabun dari basa dan minyak, alkohol dari proses fermentasi, dan lain-lain. Nggak detil-detil amat, kalau mau detil ya saran saya tanya mbah google saja. Kami sudah terlalu pusing dengan perancangan alat yang njelimet dan sulit dibayangkan.
Nih ya, aku kan mau beli sabun, kira-kira yang bagus merek apa ya?
Yang paling murah dan wangi aja, mbak.

Tapi nasib kami lebih baik sih -senggaknya- dari anak teknik mesin atau elektro yang kalau pulang pas liburan suka disuruh benerin motor dan alat listrik di rumah. Padahal kami juga mempelajari tentang pompa dan alat penukar panas lo *kabur*.
Anak tekim kuliahnya ngelab terus dong?
Kalau pertanyaan ini saya setuju. Praktikumnya sebenarnya standar lah kalau dibandingin sama anak teknik lain atau anak FMIPA. Mungkin ini agak mengecewakan banyak orang, tapi nggak ada praktik bikin bom. Adanya praktikum bikin alkohol. Seminggu sekali praktikum dan ada 5 mata praktikum, satu praktikum setiap semester dari semester 1 sampai 5, dan satu praktikum komputasi proses. Hanya 2 sks setiap praktikumnya, tapi kalau dijalani rasanya kayak 100 sks. Bangun pagi kepikiran laporan praktikum, siang kepikiran sampel praktikum dan ngapalin langkah kerja, malam kepikiran mas-mas asisten yang ganteng. Mata kuliah lain selalu dikesampingkan kalau urusannya sama praktikum. Dan praktikum kami selalu berkelompok, jadi punya teman sekelompok yang seenaknya sendiri dan selalu melimpahkan tugas membuat laporan ke anggota yang paling rajin (cewek, biasanya), sudah biasa. Saya pun pernah nangis pas praktikum, melihat laporan nggak acc-acc sementara kawan sekelompok pergi naik gunung.
Dan urusan ngelab nggak cuma untuk praktikum. Jadi tugas akhir kami (mungkin universitas lain juga sama), ada tiga, yaitu skripsi, penelitian dan praktek kerja. Penelitian ini bau-bau kimianya terasa banget. Syukur-syukur biaya penelitian diganti sama dosen dan bisa diikutkan ke seminar atau konferensi ilmiah. Kadang tidak sesuai ekspektasi dosen dan harus diulang sampai sesuai. Kadang waktu yang dibutuhkan untuk penelitian lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi. Dan beberapa kali bosan  ngelab karena rasanya hasil running tidak berada di jalan yang benar, mengambang dan berputar-putar tanpa ada kemajuan. Atau emosi jiwa ketika tiba-tiba harus menambah variabel dan atau hasil analisa yang mahal tidak sesuai hipotesis awal. Penelitian ini menelan korban banyak, seperti waktu main yang terbatas, harus bolos kuliah demi bisa running dari pagi sampai lab tutup karena mengejar deadline sidang hasil, keluar biaya untuk sampel dan analisa, dan merelakan sks yang sedianya untuk perbaikan matkul Teknik Reaksi Kimia  untuk ngambil sks penelitian lagi karena dari semester kemaren belom kelar-kelar.

Ribet ya. Kok kamu mau sih masuk tekim?
Yha soalnya ga lulus ujian masuk kedokteran. *dikeplak @PEMBIMBINGUTAMA*

Nduk skripsimu kapan selesai? Dari dulu kok bab 2 terus.
Skripsi kami tentang prarancangan pabrik, jadi harus merancang mulai dari bahan baku, komposisi produk, proses dan ekonomi pabrik. Hampir semua intisari mata kuliah ada di dalamnya.
Ini pertanyaan wajib ibu tanyakan ketika menelpon.
“Kok bab 2 terus? Ndang to diselesaikan. Bab 2 kan gam….”
Gampang. Dari. Mana.
Saya berkali-kali harus menjelaskan bahwa bab 2 isinya bukan landasan  teori, tetapi isinya neraca massa, neraca panas, process flow diagram dan sub-bab lain. Dan bab 2 bukanlah bab yang gampang. Karena perhitungan di bab 2 menjadi dasar untuk perhitungan di bab selanjutnya, sampai akhir. Karena itulah bab 2 menjadi concern utama dan harus dikerjakan dengan teliti dan hati-hati.
“Yaudah kalau gitu. Ibu ga paham-paham amat sih. Skripsimu nggak sama sih kayak ibu dulu.  Kerjakan aja, ibu doakan lancar. Oktober wisuda, lho.”
Yha.
Anak tekim kutu buku semua ya? Kehidupan sosyelnya gimana tuch?
Alhamdulillah, teknik kimia dianugerahi perbandingan hampir merata antara mahasiswa dan mahasiswi. Bahkan di kampus saya, perbandingannya secara kasar 50-50. Ya mungkin karena perbandingan mahasiswa-mahasiswi yang hampir merata itu membuat kebanyakan mahasiswa tekim jadinya betah beraktivitas di kampus sendiri (ya gimana nggak, tugasnya seabrek, belum lagi jadi budak proker himpunan yang tiap minggu ada, jadi agak mikir-mikir juga kalau mau melanglang buana ke mana-mana. Sampai kadang dianggap pasif sama jurusan-jurusan lain huhu). Jadinya banyak juga yang terlibat cinta lokasi. Ya karena satu kelompok pas praktikum lah, sekelompok tugas presentasi, satu departemen di himpunan, sering ketemu di sekret himpunan, atau sering pandang-pandangan di kantin. Pokoknya kalau nggak cinlok sama temen seangkatan sendiri, ya lintas angkatan dengan dede-dede gemes, atau paling jauh dengan jurusan tetangga yang gedungnya sebelahan. Mungkin karena sering papasan pas mau markir motor kali ya.
Ya begitulah sekilas pandang mengenai kehidupan dan stereotip mahasiswa teknik kimia. Lumayan pusing dan kalau istilahnya anak tekim semester 3 (yang lagi pusing sama termodinamika), bikin kepala mengeluarkan uap superheated~